Senin, 03 Desember 2018

Hadits Tentang Pendidik



MAKALAH
HADITS TENTANG PENDIDIK

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hadits
Dosen Pengampu : Nafiul Lubab, M.S.I.




Oleh Kelompok 10 :
1.    Nofita Zaqiyaturrohmah     (1710110003)
2.    Siti Chumairoh                    (1710110015)
3.    Wilda Yusroh                      (1710110022)


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
JURUSAN TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KUDUS
TAHUN 2018
BAB I
PENDAHULUAN

   A.    Latar Belakang
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanakan pendidikan dengan sasaran peserta didik.[1]
         Seorang pendidik harus memiliki sifat kepribadian yang positif. Bagaimapun alasannya sorang pendidik harus memiliki sifat kelebihan (lebih pintar) dari anak didiknya. Karena seorang pendidik bertugas mendidik dan mengajar anak-anak didik, serta mengantarkannya menuju keberhasilan tujuan yang dicita-citakan yakni memiliki kepribadian yang takwa kepada Allah. Sulit rasanya seorang pendidik mampu membawa anak didiknya menuju keberhasilan tujuan pendidikan tersebut, jika seorang guru atau seorang pendidik tidak terlebih dahulu memiliki sifat-sifat kepribadian tersebut tersebut.
Seorang guru disamping keberadaannya sebagai figure (contoh) di hadapan anak didik, dia juga harus mampu mewarnai dan mengubah kondisi anak didik dari kondisi yang negatif menjadi yang positif dari keadaan yang kurang menjadi lebih (dari tidak bisa menjadi bisa).[2]

   B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.    Apa pengertian pendidik?
2.    Apa saja syarat-syarat pendidik?
3.    Apa saja sifat-sifat pendidik?
4.    Bagaimana kontroversi tentang pendidik?


   C.    Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas penulis mempunyai tujuan penulisan sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui pengertian pendidik
2.      Untuk mengetahui syarat-syarat pendidik
3.      Untuk mengetahui sifat-sifat pendidik
4.      Untuk mengetahui kontroversi tentang pendidik

















BAB II
PEMBAHASAN

   A.    Pengertian Pendidik
Pada hakikatnya, pendidik dalam pandangan islam minimal ada empat yaitu: Allah (pendidik alam semesta), para rasul, orang tua, dan guru.[3]
Secara etimologis, istilah pendidik dalam islam dalam konteks Islam sering disebut dengan istilah murabbi, mu’allim atau muaddib. Menurut para ahli bahasa kata, kata murabbi berasal dari kata rabba, yurabbi, yang berarti membimbing, mengurus, mengasuh, dan mendidik. Kata mu’allim merupakan bentuk isim fa’il dari ‘allama, yu’alimu, yang biasa diterjemahkan “mengajar” atau “mengajarkan”. Hal ini sebagaimana ditemukan dalam firman Allah sebagai berikut: “Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!” (QS. Al-Baqarah: 31).
Sementara istilah muaddib berasal dari akar kata addaba, yuaddibu, yang diartikan “mendidik”. Hal ini sebagaimana yang terdapat dalam sabda Rasulullah SAW: “Addabani Rabbi fa Ahsana Ta’diibi” Allah telah mendidikku, maka ia memberikan kepadaku sebaik-baik pendidikan).
Fadhil al-Djamali mengatakan pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik, sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah atau potensi) yang dimilikinya. [4] 
   B.     Syarat-syarat guru (pendidik)
Syarat untuk menjadi seorang guru ditinjau dari ilmu pendidikan islam secara umum, yaitu:
1)      Beriman dan bertakwa kepada Allah (sehat rohani)
Guru adalah teladan bagi anak didiknya sebagaimana Rasulullah Saw menjadi teladan bagi umatnya.
2)      Berilmu
Ijazah bukan semata-mata secarik kertas, tetapi adalah suatu bukti bahwa pemiliknya telah mempunyai ilmu pengetahuan dan kesanggupan tertentu yang diperlukan dalam melaksanakan suatu pekerjaan.
3)      Sehat jasmani
Guru yang mengidap penyakit menular akan sangat membahayakan kesehatan anak didiknya.
4)      Berkelakuan baik (Berakhlak mulia)
Jika guru memiliki akhlak mulia dalam mendidik anak, maka anak-anak akan meniru atau mencontoh sifat guru tersebut.

   C.    Sifat-sifat Pendidik
1.      Pendidik Bersikap Adil
a.       Hadis pertama,

عَنْ النّعْمَانِ بن بَشِيْرٍ أنَّ أبَاهُ أتَى بِهِ إلَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنِّي نَحَلْتُ ابْنِيْ هَذَا غُلاَمًا فَقَالَ أَكُلَّ وَلَدِكَ نَحَلْتَ مِثْلَهُ قَالَ لَا قَالَ فَارْجِعْهُ (متفق عليه)
Kosa Kata (Mufradat)
Artinya


وَهَبْتَ = نَحَلْتُ



Aku memberi suatu pemberian yang tidak karena membalas budi. An-Nahl juga bisa diartikan madu, kemudian diartikan memberi karena pemberian itu manis seperti madu.

غُلاَمًا

Budak, pembantu, atau pelayan.

وَلَدِكَ
Anakmu, kata Walad mencakup laki-laki dan perempuan.

فَارْجِعْهُ
Maka kembalikanlah dia atau minta kembali

عَلَى جَوْرٍ

Atas kezaliman

1)         Terjemahan
            Dari Nu’man bin Basyir r.a. Bahwa ayahnya datang membawanya kepada Rasulullah SAW dan berkata: “Sesungguhnya saya telah memberikan seorang budak (pembantu) kepada anakku ini.” Maka Rasulullah SAW bertanya: “Apakah semua anakmu kamu beri budak seperti ini? Ayah menjawab:”Tidak”. Rasulullah SAW lantas bersabda: “Tariklah kembali pemberianmu itu.” (HR. Muttafaq Alayh). [5]
2)            Penjelasan
            Asbab Wurud al-Hadis ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Nu’man bin al-Basyir berkata: “Ayahku bersedekah sebagian hartanya kepadaku”. Lantas ibuku Amrah binti Rawahah berkata: “Aku tidak rela sehingga engkau persaksikan sedekah ini kepada Rasulullah SAW. Maka berangkatlah ayahku menghadap Rasulallah SAWuntuk mempersaksikannya tentang sedekah kepadaku. Kemudian Rasul bertanya: “Apakah kamu lakukan seperti ini terhadap semua anakmu?” Dan seterusnya sebagaimana Hadis diatas.
            Hadis diatas menjelaskan pengajaran Nabi terhadap seorang bapak agar bertindak seadil-adilnya terhadap anak-anaknya. Seorang bapak di dalam rumah tangganya sebagai pendidik terhadap keluarganya harus bersikap adil baik dalam sikap, ucapan, dan segala tindakan. Karena sikap adil ini mempunyai pengaruh yang besar dalam pembinaan keluarga yang bahagia dan sejahtera. Tindakan adil dari orang tua atau dari sorang pendidik merupakan pendidikan terhadap anak-anaknya.
            Dalam Hadis diriwayatkan bahwa Bapak Nu’man yang bernama Basyir pernah membawa anaknya yakni Nu’am datang menghadap Rasulullah SAW mohon dipersaksikan, bahwa ia memberi anaknya seorang pembantu rumah tangga. Dalam kitab Riyadhus Sholihin ada beberapa periwayatan yang sama dengan hadis diatas sebagai berikut:

وَفِيْ رِوَايَة: فَقَالَ لَهُ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفَعَلْتَ هَذَا بِوَلَدِكَ كُلِّهِمْ قَالَ لَا قالَ اتَّقَوا اللهَ وَاعْدِلُو فِيْ أَوْلَادِكُمْ فَرَجَعَ أَبِي فَرَدَّ تِلْكَ الصَّدَقَةَ
Dalam riwayat lain dikatakan: “Rasulullah SAW bertanya: “Apakah kamu berbuat seperti itu kepada semua anakkmu?” Ayah menjawab: “Tidak”. Beliau bersabda: “Takutlah kepada Allah dan berlaku adillah kepada anak-anakmu”. Kemudian ayahku kembali pulang dan menarik kembali pemberian itu.”
3)      Pelajaran yang dapat dipetik dari Hadis adalah:
a.       Seorang pendidik baik guru maupun orang tua harus bersikap adil terhadap anak-anaknya dalam segala hal yang baik dalam sikap pelayanan dan penilaian.
b.      Dalam masalah hibah terhadap anak harus dilakukan secara merata dan sama atau tidak semua.
c.       Anak berhak menerima keadilan, tetapi makna keadilan yang sesungguhnya tidak selalu diartikan sama.
d.      Kesungguhan para sahabat pada ilmu atau hukum islam ketika menghadapi suatu persoalan selalu bertanya kepada Nabi atau dipersaksikan kepadanya.
2.      Pendidik harus Pengasih dan Adil
b.      Hadis kedua

عَنْ عَائِشَةَ اَنَّهَا قَالَتْ جَاءَتْنِيْ مِسْكِيْنَةٌ  تَحْمِلُ ابْنَتَيْنِ لَهَا فَأَطْعَمْتُهَا ثَلاَثَ تَمَرَاتٍ  فَأعْطَتْ كُلَّ وَاحِدَةٍ مِنْهُمَا تَمْرَةً وَرَفَعَتْ إِلَى فِيْهَا تَمْرَةً لِتَأكُلُهَا فَاسْتَطْعَمَتْهَا ابْنَتَاهَا فَشَقَّتْ التَّمْرَةِ الَّتِي كَانَتْ تُرِيْدُ أَنْ تَأكُلُهَا بَيْنَهُمَا فَأَعْجَبَنِي شَأَنُهَا فَذَكَرْتُ الّذِيْ صَنَعَتْ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهِ عَليْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ إِنّ اللهِ قَدْ أَوْجَبَ لَهَا بِهَا الْجَنَّةَ أَوْ أَعْتَقَهَا بِهَا مِنْ النَّارِ
Kosa Kata (Mufradat)
Artinya

مِسْكِيْنَةٌ
Wanita miskin (peminta atau pengemis)

فَأَطْعَمْتُهَا
Maka aku beri makanan dia

إِلَى فِيْهَا
Ke mulutnya, kata في asalnya فم berarti mulut

فَاسْتَطْعَمَتْهَ

Maka dia minta makan akan dia

فَشَقَّتْ التَّمْرَةِ
Maka ia membelah, memotong, memotek kurma itu

فَأَعْجَبَنِي شَأَنُهَا

Maka kondisinya mengherankan aku

أَوْجَبَ لَهَا

Wajib baginya, berhak baginya

أَعْتَقَهَا

Memerdekakannya

1)      Terjemahan
           Dari Aisyah r.a berkata: “ada seorang perempuan miskin datang kepadaku dengan membawa kedua anak perempuannya ,maka saya berikan kepadanya tiga butir biji kurma. Ia memberikan kepada masing-masing anaknya sebutir biji kurma dan yang sebutir lagi sudah ia angkat ke mulutnya untuk di makan ,tetapi (tiba-tiba) diminta oleh kedua anaknya juga, ia lalu membelah biji kurma yang akan di makannya itu dan di bagi kepada kedua anaknya itu. Saya sangat kagum melihat perilaku orang perempuan itu. Kemudian saya ceritakan kepada Rosulullah SAW, peristiwa yang dilakukan wanita itu, beliau lantas bersabda :”Sesungguhnya Allah telah menentukan surge baginya atau ia dibebaskan oleh api neraka lantaran perbuatannya itu.”(HR.Muslim)
2)      Penjelasan (Syarah Hadist)
           Hadist di atas menjelaskan adanya seorang wanita miskin bersama dua orang anak wanitanya datang kepada Aisyah minta sedekah makanan.Wanita tersebut dikasih tiga butir kurma.Tentunya sesuai dengan kondisi Aisyah pada saat itu adanya kurma yang terbatas disamping sesuai dengan jumlah orang yakni seorang ibu dan dua orang anak wanita. Kondisi Aisyah biasa-biasa saja. Sebagian riwayat menyatakan kalau pagi hari tidak ada makanan apa-apa di rumah nabi berpuasa. Tiga butir kurma itu di serahkan langsung ke tangan seorang ibu.
           Tiga butir kurma itu di bagikan secara adil oleh ibundanya masing-masing anak satu butir kurma dan yang satu butir kurma dan yang satu butir lagi untuk ibunya. Begitu kedua anak mendapat makanan langsung dimakan dengan lahapnya. Adapun ibundanya makan belakangan, baru mengangkat tangan kanannya kearah mulut untuk memakannya ,belum sampai di makan kedua anak tersebut minta makan lagi kepada ibunya,karena sebutir kurma di rasa belum mengenyangkan. Hati seorang ibu yang penuh kasih sayang terhadap anaknya dengan merelakan dirinya kelaparan agar anaknya bisa memakar sebutir kurma.Pada kasus kedua datang seorang wanita peminta kerumah ali syah di rumah tidak ada apa-apa melainkan sebutir kurma .pernyataan Aisyah.
فَلَمْ تَجِدْ عِنْدِيْ شَيْئًا غَيْرَ تَمْرَةٍ
“Aku tidak mendapatkan sesuatu di sisiku melainkan sebutir kurma”
Sungguh keadaaan ini menunjukkan kesederhanaan hidup Nabi SAW. Sekalipun beliu seorang Nabi dan rosul,tetapi kehidupannya tidak mewah. Sekalipun demikian sebutir kurma ini di sedekahkan kepada peminta. Ibu peminta ini membawa dua orang anak wanitaay. Ia berjalan dari rumah ke rumah untuk mencari sesuap makanan . setelah mendapatkan kurma, kurma itu di belah menjadi dua bagian dan merelakan diri sendirinya kelaparan. Sifat mereka adalah orang-orang mukmin yang memberi sedekah secara sukarela dan tidak memperoleh sedekah melainkan sekedar kesanggupannya.QS. at-taubah(9):79
Ada beberapa catatan yang dapat di tarik dari dua hadist di atas:
a.       Ada dua orang yang memiliki sikap keadilan dan kasih sayang yaitu Aisyah terhadap seorang ibu bersama dua orang anaknya
b.      Antusias aisyah dalah bersedekah.
c.       Islam memberi motivasi pahala besar bagi yang mencintai ,menyayangi dan memperhatikan pendidikan anak-anak wanita pada saat manusia membencinya yakni pada masa jahiliyyah.
Kasih sayang seorang guru dalam pembelajaran sama dengan kasih sayang seorang tua terhadap anaknya dalam rumah tangga, sebab guru di sekolah bagaikan orang tua terhadap anaknya sendiri,. Bedanya orang tua mempunyai tanggung jawab dalam kehidupan, sedangkan guru mempunyai tanggung jawab dalam pendidikan.
Dalam Hadits disebutkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّمَا أَنَا لَكُمْ بِمَنْزِلَةِ الوَالِدِ أُعَلِّمُكُمْ فَإِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الْغَائِطِ فَلاَ يَسْتَقْبِلْ الْقِبْلَةَ وَلَا يَسْتَدْبِرْهَا وَلَا يَسْتَطِبْ بِيَمِيْنِهِ وَكَانَ يَأْمُرُ بِثَلاَثَةِ أَحْجَارٍ وَيَنْهَى عَنِ الرَّوْثِ وَالرَّمَّةِ (أخرجه ابو داود في الطهارة)
Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku terhadap kamu berkedudukan sebagai orang tua (terhadap anak kandungnya). Jika salah seorang diantara kamu mendatangi buang air besar, janganlah menghadap kiblat dan jangan membelakanginya dan jangan bersuci dengan tangan kanan. Beliau perintah bersuci dengan tiga batu dengan melarang dengan kotoran dan tulang.” (HR. Abu Dawud dalam bab al-Thaharah)
Al abrasyiy dalam kitab at-tarbiyah al-islamiyyah wa falsafatuha memaparkan kasih sayang Umar terhadapat anak-anak. Suatu ketika ada salah seorang pegawai umarbertamu masuk ke rumahnya. Melihat Umar sedang tiduran telentang sedang anak-anaknya bermain di sekitarnya. Seorang pegawai tersebut tidak suka melihat anak-anak yang bermain itu. Lantas Umar bertanya kepadanya “bagaimana anda bersama keluarga anda di rumah?” ia menjawab : kalau aku masuk semua diam”. Umar marah seraya;”pergilah dari pekerjaan Anda, sesungguhnya anda tidak ada rasa kasih sayang terhadap anak istri  anda bagaimana anda kan bisa sayang terhadap umat Muhammad SAW?”
Umar bin khattab memberi pelajaran kepada kita bahwa orang tua dan pendidik perlu mempunyai sifat kasih sayang terhadap anak-anak keluarga dan anak didiknya,bergaul yang ,menyenangkan sehingga anak-anak terdidik dengan baik tidak penakut dan tidak minder menghadapi orang lain.

3)      Pelajaran yang dapat dipetik dari Hadits:
a.    Hadits menunjukkan sifat kasih sayang dan keadilan seorang pendidik yakni seorang ibu terhadap anak-anaknya,
b.   Diantara kasih sayang ibu adalah kerelaan seorang ibu yang membagikan sebutir kurma untuk anaknya berdua sekalipun dirinya tidak kebagian kurma.
c.    Sifat keadilan pendidik seorang ibu terhadap anaknya berdua adalah membagikan kurma yang sama satu ditambah setengah kepada masing-masing anak.
d.   Diantara kasih saying seorang guru terhadap murid-muridnya adalah mengajarkan etika dan hal-hal yang penting dalam tatanan hidup di dunia dan akhirat.
e.    Islam perhatian terhadap anak-anak wanita dan tidak membedakan dengan anak pria, bahkan Islam memberi motivasi bagi siapa yang diuji mempunyai anak-anak wanita, ia senang dan memerhatikan pendidikannya, maka merreka sebagai penghalang masuk neraka.[6]
3.      Pendidik harus menyampaikan ilmu
c.       Hadis ketiga
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُوْلُ الّله صَلّى الّله عَلَيْهِ وَسَلّمَ مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ عَلِمَهُ ثُمَّ كَتَمَهُ أُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَام مِنْ نَارٍ وَفِي الْبَابِ عَنْ جَابِرٍ وَعَبْدِ الّله بْنِ عَمْرٍ وَقَالَ أَبُوْ عِيْسَى حَدِ يْثٌ حَسَنٌ (أخر جه أبو داود والترمذي)
Kosakata (Mufradat)
Artinya

سُئِلَ
Ditanya oleh seseorang yang sangat memerlukan ilmu

كَتَمَهُ
Menyembunyikan ilmu

أُلْجِمَ
Dikendalikan dengan tali seperti kuda

1)      Terjemahan
Dari Abu Hurairah r.a berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang ditanya sesuatu ilmu kemudian ia menyembunyikannya, maka ia nanti pada hari kiamat dikendalikan dengan tali kendali dari api neraka.” (HR. Abu Daud dan Al-Taurmudzi).
2)      Penjelasan
Di antara sifat guru yang baik adalah menyebarluaskan ilmu baik melalui pengajaran, pembelajaran, menulis buku, internet, dan lain-lain. Ilmu hendaknya digunakan oleh semua umat manusia secara luas, agar manfaatnya lebih luas dan masyarakat mendapat pancaran sinarnya ilmu. Kewajiban seorang alim adalah menyampaikan ilmu kepada orang lain di samping mengamalkannya untuk diri sendiri. Dalam Hadis Rasulullah SAW disebutkan: Dari Abdillah bin ‘Amr bahwa Nabi SAW bersabda: “Sampaikan daripadaku walaupun satu ayat dan berikanlah tentang Bani Israil dan tidak ada dosa. Barang siapa yang mendustakan atas nama aku dengan sengaja, maka bersiap-siaplah tempat tinggalnya dalam neraka.” (HR. Bukhari).
Maksud sampaikanlah ilmu atau pelajaran dari Nabi SAW walaupun sedikit sesuai dengan kemampuan yang dimiliki atau sesuai ilmu yang diketahuinya. Menyampaikan ilmu itu wajib dan menyimpannya perbuatan dosa yang disebut dengan katim al-‘ilmi.
Sifat guru yang baik adalah terbuka, transparan dan pemurah tidak pelit dalam ilmu agama bagi siapa saja yang memerlukannya. Ilmu yang diajarkan dan diberikan kepada orang lain justru manfaatnya akan lebih banyak, ilmu itu bertambah dan tidak akan habis. Berbeda dengan harta kekayaan jika dibagi-bagikan kepada orang lain justru habis.
Konsep keberhasilan dalam pendidikan ada dua: pertama ketekunan belajar dengan siapa saja walaupun dengan orang yang lebih muda dan tidak ada rasa gengsi atau malu. Kedua, pemurah dalam memberi pelajaran atau mengajar kepada orang lain. Keduanya merupakan kewajiban, yakni kewajiban belajar bagi yang belum tahu suatu ilmu dan kewajiban mengajar bagi orang yang telah memiliki ilmu.
3)      Pelajaran yang dapat dipetik dari Hadis adalah:
a.       Kewajiban guru atau orang alim menyampaikan ilmu kepada orang lain yang membutuhkan penjelasannya terutama anak-anak muridnya.
b.      Larangan menyembunyikan ilmu syara’ yang dibutuhkan orang lain.
c.       Sifat guru yang baik adalah terbuka, transparan dan pemurah dalam ilmu yang dibutuhkan oleh masyarakat.
d.      Ancaman penyimpan ilmu adalah diikat mulutnya dengan api neraka, karena mulutnya bungkam tidak menjawab kebenaran.[7]

D.       Kontroversi Berjabat Tangan Dengan Ibu Guru
1.      Deskripsi Masalah
Hampir setiap lembaga pendidikan (utamanya pendidikan umum) dapat dipastikan memiliki tenaga pengajar wanita. Nmaun, para murid yang sudah dewasa seringkali berjabat tangan dengan guru wanita itu.
2.      Pertanyaan
Bagaimana hukum orang baligh berjabat tangan dengan guru wanita dengan alasan memuliakan?
3.      Jawaban
Tetap tidak di perbolehkan (haram). Sedangkan memuliakan tidak bisa dijadikan alasan untuk memperbolehkannnya. Solusinya adalah dengan memakai kaos tangan atau sejenisnya, dengan syarat harus tidak syahwat.[8]
4.      Rujukan
اَلْجَوَابُ أَنَّ ذَالِكَ إِذَا كَانَ مِنْ غَيْرِ حَائِلٍ حَرُمَ مُطْلَقًا مِنْ غَيْرِ اسْتِثْنَاءِ, فَإِنْ كَانَ بِحَائِلٍ جَازَا مَالَمْ يَثِرْ شَهْوَةً. والله تعالى اعلم.اه (قرة العين بفتاوى شيخ اسماعيل عثمان الزين, 229
وَلَيْسَ مِنَ الضَّرُوْرَةِ شُيُوْعُ الْعُرْفِ بِمُصَا حَفَةِ النِّسَاءِ كَمَا قَدْ يَتَوَهَّمُ النَّاسِ. فَلَيْسَ لِلْعُرْفِ سُلْطَانٌ فِيْ تَغْيِيْرِ الأحْكَامِ الثَّابِتَةِ بِالْكِتَبِ أَوِ الْسُنّةَ ِإِلَّا حُكْمٌ كَانَ قِيَا مُهُ مِنْ أَصْلِهِ بِنَاءً عَلَى عُرْفٍ شَائِعٍ, فَإِنْ تُبَدَّلُ ذَالِكَ الْعُرْفِ مِنْ شَأْنِهِ أَنْ يُؤَثَّرَ فِيْ تَغْيِيْرِ ذَالِكَ الْحُكْمِ, إِذْ هُوَ فِيْ  أَصْلِهِ شَرْطِيٌّ مَرْهُوْنٌ بِحَالَةٍ مُعَيِّنٍ, وَلَيْسَ مَوْضُوْعُ البَحْثِ مِنْ هَذَا فِيْ شَيْئٍ. اه (فقه السيرة, 383 




BAB III
PENUTUP

  1. Simpulan
1.    Pendidik adalah orang yang mengarahkan manusia kepada kehidupan yang baik, sehingga terangkat derajat kemanusiaannya sesuai dengan kemampuan dasar (fitrah atau potensi) yang dimilikinya.
2.    Syarat untuk menjadi seorang guru ditinjau dari ilmu pendidikan islam secara umum, yaitu:Beriman dan bertakwa kepada Allah (sehat rohani), Berilmu, Sehat jasmani, Berkelakuan baik (Berakhlak mulia).
3.    Sifat-sifat Pendidik: Pendidik Bersikap Adil, Pendidik harus Pengasih dan Adil, Pendidik harus menyampaikan ilmu.
4.    Hukum orang baligh berjabat tangan dengan guru wanita dengan alasan memuliakan, hukumnya tetap tidak di perbolehkan (haram). Sedangkan memuliakan tidak bisa dijadikan alasan untuk memperbolehkannnya













DAFTAR PUSTAKA

A. Nawawi, 1432H, Santri Salaf Menjawab, Sidogiri: Pustaka Sidogiri  Pondok Pesantren Sidogiri.
Abdul Majid Khon, 2012, Hadis Tarbawi, Jakarta, Prenadamedia group.
Heri Gunawan, 2014, Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Mukroji, 2014, Hakikat Pendidik Dalam Agama Islam, Jurnal Kependidikan, Vol.II,No. 2, diakses dari Http://media.neliti.com pada tanggal 01 Mei 2018.
Umar Tirtahardja & La Sulo, 2015, Pengantar Pendidikan, Jakarta:  PT Rineka Cipta.



[1] Umar Tirtahardja & La Sulo, 2015, Pengantar Pendidikan, Jakarta:  PT Rineka Cipta. Hlm. 54
[2] Abdul Majid Khon, 2015, Hadis Tarbawi, Jakarta: Prenadamedia Group. Hlm. 65
[3] Mukroji, 2014, Hakikat Pendidik Dalam Agama Islam, Jurnal Kependidikan, Vol.II,No. 2, hlm. 17
[4] Heri Gunawan, 2014, Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, hlm. 163
[5] Op Cit, hlm. 67
[6] Op Cit, hlm. 80
[7] Op Cit, 89
[8] A. Nawawi, 1432H, Santri Salaf Menjawab, Sidogiri: Pustaka Sidogiri  Pondok Pesantren Sidogiri. Hlm: 966

Tidak ada komentar:

Posting Komentar