HUKUM
QURBAN DENGAN UANG
ULANGAN
TENGAH SEMESTER
Disusun guna
Memenuhi Tugas
Mata Kuliah: Masail
Fiqhiyyah
Dosen Pengampu:
M. Agus Yusron Nafi’, S.Ag, M.Si.

Oleh Kelompok 8:
1. Nofita Zaqiyaturrohmah (1710110003)
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT
AGAMA ISLAM NEGERI
2018
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Qurban merupakan hewan yang disembelih untuk ibadah pada hari raya
adha dan hari-hari tasyriq, yaitu tanggal 11, 12, 13 dzulhijjah. Berqurban
merupakan suatu ibadah yang hukumnya
sunnah muakkad bagi orang yang mampu untuk melaksanakannya. Dan harus
melaksanakan dengan ketentuan, hukum, syarat, kriteria hewan yang akan
dijadikan qurban, dan keharusan dan larangan bagi orang yang akan berqurban.
Untuk di zaman sekarang ini umat Islam mengganti pembagian dan
penyembelihan daging qurban dengan penyerahan uang seharga qurban. Padahal pada
zaman Rasulullah SAW tidak ada bentuk qurban dengan uang, karena qurban salah
satu ibadah atau ritual penyembelihan hewan qurban dengan cara mengalirkan
darah hewan qurban tersebut. inilah yang akan kita bahasa dalam makalah kami.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka diperoleh rumusan masalah sebagai
berikut:
1.
Apa
pengertian dari qurban?
2.
Apa hukum
qurban?
3.
Apa syarat
qurban?
4.
Apa
keharusan dan larangan bagi orang yang hendak qurban?
5.
Bagaimana
pembahasan qurban dengan uang?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah
ini adalah:
1.
Untuk
mengetahui pengertian dari qurban
2.
Untuk
mengetahui hukum qurban
3.
Untuk
mengetahui syarat qurban
4.
Untuk
mengetahui keharusan dan larangan bagi orang yang hendak qurban Untuk
mengetahui pembahasan qurban dengan uang
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Qurban
Pengertian qurban yaitu suatu ibadah kepada Allah dengan cara
menyembelih binatang tertentu (seperti kambing, kerbau, unta,dll) pada hari
raya haji(qurban) dan hari-hari tasyriq (yaitu tanggal 11,12,dan 13 dzulhijjah)
sesuai dengan ketentuan-ketentuan syarak.[1]
Qurban artinya dekat. Dalam istilah syara’ artinya mendekatkan diri
kepada Allah dengan jalan menyembelih binatang dengan niat tertentu untuk
memberikan kenikmatan atas harta bendanya kepada orang yang berhak menerima
qurban tersebut dengan tujuan mencari ridha Allah semata dan dalam waktu yang
tetentu pula.[2]
Dalam perspektif syariat fiqh, qurban memiliki makna ritual, yakni
menyembelih hewan ternak yanga telah memenuhi kriteria tertentu dan pada waktu
tertentu, yaitu pada hari nahar (tanggal 10 dzulhijjah) dan hari tasyrik (tanggal
11-13 dzulhijjah) ibadah qurban harus dengan hewan qurban, seperti kambing,
sapi, atau unta, dan tidak boleh diganti dengan lainnya, seperti uang atau
beras. Di dalam Ash Shihah fi Al Lughah menerangkan bahwa secara etimologis
, qurban berasal dari kata qaruba-yaqrubu-qurban-qurbanan, dengan huruf
qaf didhammahkan, bermakna mendekat. Qoruba ilaihi artinya mendekat
kepada-Nya, seperti dalam firman Allah Ta’ala: “Inna Rahmatallahi Qoribun
Minal Muhsinin” (sesungguhnya rahmat Allah dekat dengan orang-orang yang
berbuat baik). Sedangkan secara terminologis, qurban bermakna menyembelih hewan
tertentu dengan niat qurban (mendekatkan diri), kepada Allah Ta’ala pada waktu
tertentu.[3]
Kurban yang disyariatkan kepada umat Nabi Muhammad SAW, untuk
mengingatkan nikmat Allah SWT kepada Nabi Ibrahim a.s karena taat dan patuhnya
kepada Allah SWT untuk bertaqarrub (mendekatkan diri).
Allah berfirman dalam Al Qur’an surat Al-Haj ayat 34:
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ
مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ۗ فَإِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا ۗ
وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah
Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah
terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka, maka
Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya.
Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”.[4]
Q.S. Al haj ayat
36 dan 37
وَالْبُدْنَ
جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ ۖ فَاذْكُرُوا
اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ ۖ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا
وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
لَنْ
يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ
مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ
الْمُحْسِنِينَ
Artinya”
Dan hewan-hewan qurban itu kami jadikan
buatmu sebagai salah satu upacara kebaktian kepada Allah, dan banyak sekali
manfaat bagimu. Maka sebutlah nama Allah waktu menyembelihnya dalam keadaan
berbaris. Dan jika hewan-hewan itu telah berguguran, makanlah sebagian, dan
diberikanlah pula kepada orang-orang miskin, baik yang tak hendak meminta
maupun yang meminta. Demikianlah kami serahkan ia kepadamu semoga kamu mau
bersyukur. Tidaklah akan sampai kepada Allah daging atau darahnya, dan hanya
takwanya kepada Allah jua yang akan sampai dan diterimanya”.[5]
Rasulullah SAW bersabda:
عَنْ اَبِى هُرَيْرَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ
مُصَلاَّ نَا
Artinya: “Barang siapa yang mempunyai
kecukupan untuk berqurban dan ia tidak suka berqurban, maka janganlah
dekat-dekat di tempat shalatku”. (H.R. Ahmad & Ibn Majah dan disahkan oleh
hakim)[6]
B.
Hukum Qurban
Umat islam
bersepakat bahwa qurban itu di syariatkan, sebagaimana keterangan beberapa
ulama. Namun terjadi perbedaan pendapat ulama tentang hukumnya, ada yang
mengatakan wajib bagi yang memiliki kelapangan rizki, ada pula yang mengatakan
sunnah muakkad. Hukum qurban menurut
sebagian ulama adalah sunnat muakkadah (sunat yang dikuatkan). Firman Allah
:
Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur ÇËÈ
Artinya : Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah.
(Qs. Al-Kautsar:2).[7]
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda:
عَنْ عَائِشَةَ
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ
يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرَاقَةِ
دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا
وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ
قَبْلَ أَنْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
Artinya:
Dari Aisyah,
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak ada amalan yang
dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) kurban yang lebih dicintai oleh Allah
‘Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan
datang dengan tanduk-tanduknya, kuku-kukunya dan bulu-bulunya. Dan sesungguhnya
darah tersebut akan sampai kepada Allah ‘Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah,
maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” (HR. Ibnu Majah, At-Tirmidzi, Al-Hakim
berkata isnad hadits shahih)[8]
Berkurban
hukumnya adalah sunnah yang ditekankan atas dasar kifayah, maka apabila salah
seorang dari rumah (suatu keluarga) telah mengerjakan qurban, maka cukuplah
seluruh mereka, dan tidak menjadi wajib suatu qurban kecuali sebab ada nadzar.[9]
C. Syarat –
Syarat Qurban
Adapun syarat-syarat yang dituntut dalam pelaksanaan qurban ialah :
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Mampu menyediakan hewan ternak
5. Disembelih pada waktu yang telah ditentukan
oleh syariat islam
6. Binatang qurban harus berupa ternak, yaitu:
unta, sapi dan kambing, baik berupa kambing lokal maupun kambing domba (kibasy)
7.
Binatang
ternak yang akan diqurbankan harus memenuhi syarat yaitu: tidak cacat (pincang,
sangat kurus, sakit, terpotong telinganya, terpotong ekornya, ompong giginya,
buta sebelah matanya, dan yang tua tidak bersumsum)
8. Binatang yang akan diqurbankan telah mencapai umur dengan ketentuan
sebagai berikut : kambing domba berumur 1 tahun atau lebih atau sudah berganti
gigi, kambing biasa berumur 2 tahun atau lebih, sapi/kerbau berumur 2 tahun
atau lebih, unta berumur 5 tahun atau lebih
9. Binatang yang digunakan tidak sedang mengandung atau baru sjaa
melahirkan
10. Binatang yang digunakan untuk berqurban merupakan milik shahibul
qurban atau milik orang lain namun telah sah secara syari’at atau telah
mendapat izin dari pemilik.[10]
D.
Keharusan dan larangan bagi orang yang hendak qurban
Suatu amal ibadah mestilah
didahulukan dengan niat untuk membedakannya dengan adat atau kebiasaan,
demikian pula halnya dengan ibadah qurban.
Kalangan Syafi’iyah dan Hanbaliyah mensyaratkan : hendaknya berniat
sebelum menyembelih, karena menyembelih (hewan qurban) merupakan qurbah. Telah
mencukupi bahwa niat adalah dihati. Tidak disyaratkan melafazkan niat dengan
lisan, karena niat adalah amalan hati, dan pengucapan di lisan.
Ini menunjukkan
bahwa bagi setiap muslim yang hendak melakukan ibadah qurban, diharuskan untuk
meniatkannya. Sedangkan apabila bulan Dzulhijjah telah tiba yang ditunjukkan
dengan terlihatnya bulan sabit (hilal) atau dengan cara menggenapkan bulan
Dzulqa’dah menjadi tiga puluh hari, maka diharamkan bagi orang yang hendak
berqurban memotong rambut, kuku serta kulitnya meskipun hanya sedikit hingga
selesai ia melaksanakan penyembelihan qurban sebagaimana diungkap dalam hadits
yang diriwayatkan Muslim dan Ahmad, “Dari Ummu Salamah dari Nabi saw, beliau
bersabda: jika kalian telah melihat hilal Dzulhijjah dan salah satu kalian
ingin berqurban, maka hendaklah ia biarkan rambut dan kukunya.
Larangan tersebut
berlaku untuk cara apapun dan untuk bagian manapun, mencakup larangan mencukur
gundul atau sebagian saja, atau sekedar mencabutinya. Baik rambut itu tumbuh di
kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak. Hukum ini hanya berlaku untuk
orang yang berqurban (shahibul qurban). Jika ada orang yang ingin berqurban
terlanjur mengambil atau memotong sebagian rambut, kuku atau kulitnya, maka
kewajibannya hanya bertaubat dan berniat untuk tidak mengulanginya. Namun tidak
ada denda (kaffarah) untuknya dan pelanggaran ini tidak menghalangi untuk
berqurban.[11]Dan
orang yang berqurban karena nadzar, tidak boleh memakan sedikitpun dari
binatang yang di qurbankannya, malahan wajib menshodaqahkan seluruh daging
tersebut.[12]
E. Pembahasan
Qurban dengan Uang
Qurban
adalah simbol keislaman dan substansinya adalah upaya pengorbanan untuk
mendekatkan diri kepada Allah secara ikhlas untuk mencapai maqam takwa. Allah
SWT berfirman,”Daging-daging unta dan darahnya itu tidak dapat keridhaan Allah,
tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya”.(Al-Hajj: 37)
Syariat
qurban dalam bentuk penyembelihan hewan tertentu (sapi dan kambing atau
sejenisnya. Hewan qurban merupakan syiar Allah sebagai simbol keagamaan yang
harus dilakukan berdasarkan contoh sunnah syariatnya oleh Rasulullah SAW
sebagai pengagungan dan penyucian.[13] Adapun
keutamaan dalam berqurban:
1. Darahnya yang telah menetes jatuh ke bumi
itu menjadi ampunan dosanya yang telah diperbuat bagi orang yang berqurban.
Sebuah hadits menyatakan:
عَنْ اَبِى سَعِيْدِ الْخُدْ رِيِّ ر.ع.
اَنَّ رَسُوْلُ اللّهِ ص.م. قَالَ لِفَا طِمَةَ ر.ع. قُوْمِى اِلَى اُضْحِيَتِكِ فَاَشْهِدْ يِهَا فَاِنّهُ بِاَوَّلِ قَطْرَةٍ
مِنْ دَمِهَا يَغْفِرُ لَكِ مَا سَلَفَ مِنْ ذَنْبِكِ
Artinya: “Dari Abu Said Al-Khuduri r.a
bahwasanya Rasulullah SAW pernah berkata kepada Fatimah r.a. Bangunlah,
saksikan korbanmu itu, sesungguhnya tetesan pertama dari darah yang menetes itu
merupakan ampunan bagimu atas dosamu yang lalu”. (H.R.Baihaqi)
2. Darah itu memberatkan timbangan kebajikan
di hari kiamat setelah amal perbuatan dihisab di hadapan Allah.
عَنْ عَا ئِشَةَ ر.ع. عَنِ النَّبِيِّ ص.م. قَالَ: ضُحُّوْا طَيِّبُوْا اَنْفُسَكُمْ فَاِنَّهُ
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَسْتَقْبِلُ بِذَ بِيْحَتِهِ الْقِبْلَةَ اِلَّا كَانَ دَ مُهَا
وَفَرْثُهَا وَصُوْفُهَا حَسَنَاتٌ فِىْ مِيْزَانِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya: “Dari ‘Aisyah r.a. dari Nabi SAW bersabda, berkurbanlah kamu
dengan hati yang rela, sesungguhnya tiap-tiap muslim yang menghadapkan
sembelihannya ke arah kiblat, maka darahnya, kotorannya, dan bulunya itu adalah
kebajikan dan bukti bagi timbangannya pada hari kiamat”. (H.R. Baihaqi)
Harta benda yang dibelanjakan untuk berkurban di hari raya Idul Adha itu
utama dibandingkan harta yang digunakan untuk keperluan lain. Sabda Nabi SAW
menyatakan:
عَنِ ابْنُ عَبَّاسٍ ر.ع. قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ ص.م. : مَا اُنْفِقَتِ
الْوَرَقُ فِىْ شَى ءٍ اَفْضَلُ مِنْ نَحِرَةٍ فِىْ يَوْمِ عِيْدٍ
Artinya:
Dari Ibnu Abbas r.a ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, adapun uang perak yang
dibelanjakan pada sesuatu tidak ada yang lebih utama dari pada penyembelihan
(berkurban) dari hari raya”. (H.R. Baihaqi).[14]
Dengan
demikian, qurban termasuk ritual ibadah yang mengalirkan darah sembelihan hewan
qurban, sehingga tidak bisa digantikan dengan prosesi dan ritual yang lainnya,
termasuk dalam menguangkan tanpa prosesi penyembelihan hewan qurban.[15]
BAB III
PENUTUP
Simpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat di simpulkan sebagai berikut:
Kurban yaitu mendekatkan diri kepada
Allah dengan jalan menyembelih binatang dengan niat dengan tujuan mencari ridha
Allah semata dan dalam waktu yang tetentu pula.
Hukum qurban menurut sebagian ulama
adalah sunnat muakkadah (sunat yang dikuatkan), dalam berkurban kita harus
mengetahui syarat-syaratnya antara lain: Islam, baligh, berakal, binatang yang
digunakan untuk berkorban harus binatang ternak, seperti kambing, unta, sapi,
kerbau dan tidak boleh cacat.
Bagi orang yang hendak berqurban, ada
keharusan yaitu Telah mencukupi bahwa niat adalah dihati. Tidak disyaratkan
melafazkan niat dengan lisan, karena niat adalah amalan hati, dan pengucapan di
lisan. Larangannya yaitu tidak diperbolehkan
memotong rambut, kuku serta kulitnya meskipun hanya sedikit hingga selesai
melaksanakan penyembelihan qurban.
Syariat
qurban dalam bentuk penyembelihan hewan tertentu (sapi dan kambing atau
sejenisnya. qurban termasuk ritual ibadah yang mengalirkan darah sembelihan
hewan qurban Dengan demikian, tidak boleh berkurban dengan uang.
DAFTAR PUSTAKA
Ibnu
Mas’ud &Zainal Abidin, Fiqih Madzab Syafi’I, Bandung, Pustaka Setia,
2007
Imron
Abu Amar, Fathul Qorib jilid 2, Kudus, Menara Kudus, 1983
M. Tholhah Hasan & M. Anwar mansyur, Menyingkap Sejuta
Permasalahan dalam Fath Al-Qarib, Kediri: Anfa’ Press, 2016.
Moh
Rifa’I, Ilmu Fiqih Islam Lengkap Semarang,
PT Karya Toha Putra, 1978
Sahriansyah,
Ibadah dan Akhlak, Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2014
Sayyid
Sabiq, Fikih Sunnah, Bandung, PT Alma’arif, 1978
Setiawan
Budi Utomo, Fiqih Aktual, Jakarta, Gema Insani Press, 2003
Wahbah
Az-Zuhaili, Fiqih Islam (Wa Adillatuhu), Jakarta, Gema Insani Press,
2011
Mulyana Abdullah, Qurban Wujud Kedekatan Seorang Hamba Dengan Tuhan,
Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 14, No. 1, 2016,hlm: 110 Diakses
dari http://jurnal.upi.edu
pada tanggal 25 November 2018
TANYA JAWAB
1.
Wilda Yusroh (1710110022)
Pertanyaan: Qurban bagi orang yang bernadzar, apakah boleh mendapatkan daging
qurban tersebut?
Jawab: Di dalam kitab Fathul
Qorib, orang yang berqurban karena nadzar, tidak boleh memakan
sedikitpun dari binatang yang di qurbankannya, malahan wajib menshodaqahkan
seluruh daging tersebut. Seandainya yang berqurban mengakhirkan qurbannya,
tiba-tiba hewannya mati, maka wajib baginya menanggung (kewajiban) korbannya
itu. dan perlu kita ketahui orang yang berqurban tidak atas nadzar,
boleh memakan qurban yang statusnya di sunnahkan yaitu 1/3 menurut pendapatImam
Syafi’I dan yang 2/3 hendaknya mudhahhi menshodaqahkan saja, dan juga dikatakan
hendaknya si Mudhahhi memberikan yang 1/3 kepada rang Islam yang yang
berkehidupan cukup dan menshodaqahkan 1/3 dagingnya kepada fakir.
2.
Wichda ‘Ainis salamah (1710110019)
Pertanyaan: Jelaskan lebih detail mengenai qurban dengan uang, dan bagaimana
hukumnya bila yang berqurban tadi memberi uang dan menyerahkan atau pasrah pada
panitia dalam qurbannya?
Jawab: Qurban
termasuk ritual ibadah yang mengalirkan darah sembelihan hewan qurban, sehingga
tidak bisa digantikan dengan prosesi dan ritual yang lainnya, termasuk dalam
menguangkan tanpa prosesi penyembelihan hewan. Sedangkan. ibadah qurban harus dengan hewan qurban, seperti kambing, sapi,
atau unta, dan tidak boleh diganti dengan lainnya, seperti uang atau beras.
Kalau memang orang yang berqurban pasrah pada panitia qurban itu boleh. Karena
biasanya panitia yang membelikan hewan qurban. Akan tetapi Orang yang berqurban
tetap saja harus berniat, setiap muslim yang hendak melakukan ibadah qurban,
diharuskan untuk meniatkannya
[1] Imron Abu
Amar, Fathul Qorib jilid 2, Kudus, Menara Kudus, 1983, hlm: 205
[2] Ibnu Mas’ud
&Zainal Abidin, Fiqih Madzab Syafi’I, Bandung, Pustaka Setia,
2007, hlm: 682
[3]
Mulyana Abdullah, Qurban Wujud Kedekatan Seorang Hamba Dengan Tuhan,
Jurnal Pendidikan Agama Islam-Ta’lim, Vol. 14, No. 1, 2016, hlm: 110. Diakses
dari http://jurnal.upi.edu pada tanggal 25
November 2018, hlm: 110
[4] Ibnu Mas’ud
&Zainal Abidin, Fiqih Madzab Syafi’I, Bandung, Pustaka Setia, 2007,
hlm: 682
[5]
Sayyid Sabiq, Fikih
Sunnah, Bandung, PT Alma’arif, 1978, hlm: 252-253
[6] Moh Rifa’I, Ilmu
Fiqih Islam Lengkap Semarang, PT
Karya Toha Putra, 1978,hlm: 441
[7] Sahriansyah, Ibadah dan Akhlak, Yogyakarta, Aswaja Pressindo, 2014, hlm : 79
[8] M. Tholhah
Hasan& M. Anwar mansyur, Menyingkap Sejuta Permasalahan dalam Fath
Al-Qarib, Kediri: Anfa’ Press, 2016. Hlm: 673
[9] Op. Cit, Fathul
Qorib jilid 2, hlm : 205
[10] Op.Cit, Ibadah dan Akhlak, hlm : 79-80
[11] Wahbah Az-Zuhaili,
Fiqih Islam (Wa Adillatuhu), Jakarta, Gema Insani Press, 2011, hlm: 187
[12] Imron Abu Amar,
Fathul Qorib jilid 2, Kudus, Menara Kudus, 1983, hlm: 210
[13] Setiawan Budi
Utomo, Fiqih Aktual, Jakarta, Gema Insani Press, 2003, hlm: 293
[14] Ibnu Mas’ud
&Zainal Abidin, Fiqih Madzab Syafi’I, Bandung, Pustaka Setia,
2007, hlm: 697
[15] Op.Cit, Fiqih
Aktual, hlm : 293
Tidak ada komentar:
Posting Komentar